IMKA SADA ARIH

Archive for Juni 2011


Pernikahan menurut Adat Karo

Kita terlebih dahulu diajak kembali kira-kira 100 tahun yang lalu. Kondisi kehidupan masyarakat Karo pada saat itu masih cukup sederhana dalam segala aspek. populasi penduduk belum ramai, perkampungan masih kecil, ada dua atau tiga rumah adat waluh jabu ditambah beberapa rumah sederhana satu dua.

Kalau sudah ada sepuluh rumah adat baru dapat dikatakan perkampungan tersebut ramai.Sarana dan prasarana jalan belum ada, hanya jalan setapak yang menghubungkan satu kampung dengan kampung yang lain.
Kegiatan ekonomi dan perputaran uang hanya baru sebagian kecil saja. Hanya pedagang yang disebut dengan “Perlanja Sira” yang sesekali datang untuk berdagang secara barter (barang tukar barang)Pekerjaan yang dilakukan hanyalah ke sawah dan ke ladang (kujuma kurumah), ditambah menggembalakan ternak bagi pria dan menganyam tikar bagi wanita.
Pemerintahan yang ada hanya sebatas pemerintahan desa. Kepercayaan yang ada adalah aninisme, dinamisme yang disebut “perbegu”. Alat dapur yang dipakai masih sangat sederhana, priuk tanah sebagai alat memasak nasi dan lauk pauknya, walau ada juga yang telah memasak dengan priuk gelang-gelang atau priuk tembaga/besi, tempat air kuran.
Namun demikian kehidupan berjalan terus, meneruskan generasi dengan orang yang sudah dianggap dewasa berkeluarga, dikatakan dewasa bagi seorang pria adalah ketika dia telah dapat membuat ukat, kuran atau membuka ladang, bagi wanita telah dapat menganyam tikar dan memasak nasi dan lauk pauk.

Pernikahan
Proses ataupun tahapan yang akan dilaksanakan bila ingin berkeluarga pada pria dewasa dinamai “Anak Perana” dan wanita dewasa dinamai “Singuda-nguda”. Ada lima tahapan yang harus dijalankan yaitu :

Naki-naki

Anak Perana yang ingin menikah terlebih dahulu mencari seorang singuda-nguda, yang dianggapnya cocok, tidak sumbang, tetapi harus sesuai dengan adat Karo. Melakukan komunikasi melalui perantaraan, sampai ada kesediaan siwanita menerima kehadirannya.

Maba Nangkih
Jika sudah saling menyukai, diteruskan dengan membawa siwanita “Nangkih” ke rumah anak beru si pria. Sebagi tanda melalui perantara diberikan ‘Penading” kepada orang tua si wanita.
Orang tua si wanita seolah-olah kaget menerimanya, seakan mereka tidak tahu dan tidak menyetujuinya, dan seterusnya. Namun demikian dua atau tiga hari kemudian beberapa orang ibu-ibu menemani ibu si wanita menghantarkan nasi/makanan kepada anaknya. Melakukan pembicaraan dengan pihak pria mengenai kelanjutannya, dan seterusnya.

Ngembah Belo Selambar
Setelah dilakukan pembicaraan dengan yang baik antara kedua belah pihak, selanjutnya pihak pria mendatangi pihak keluarga si wanita bersama sembuyak, senia dan anak berunya, demikian pula pihak wanita bersama sembutyak, senina dan anak berunya telah bersiap menyambut kedatangan pihak pria.
Yang datang terbatas, cukup membawa satu atau dua ekor ayam untuk dugulai dan beras secukupnya. Biasanya malam setelah selesai makan dilaksanakan pembicaraan atapun musyawarah (runggu) isinya hanya satu yaitu meminta kesediaaan dengan senang hati dari orang tua si wanita dalam keinginan anaknya menikah, tentunya ikut juga dukungan dari anak beru, bila sudah bersedia dan dengan senang hati orang tua siwanita (kalimbubu) acara tersebut telah selesai.
Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, keesokan harinya pihak si pria beserta kedua calon pengantin dapat langsung pulang.

Nganting Manuk
Biasanya acara ini dilaksanakan pada saat pekerjaan tidak begitu sibuk, padi telah dipanen sekali. Pembicaraan ini harus dihadiri lebih lengkap dan lebih penting. Singalo bere-bere harus dipanggil, lengkap sangkep ngeluh.
Makanan lebih banyak dibawa (boleh kambing atau babi), tidak lagi hanya ayam. Melihat bentuk pertemuan dan kesanggupan dan kehormatan pihak yang datang. Waktunya boleh malam hari atau pagi menjelang siang hari. Banyaknya yang hadir kira-kira memenuhi rumah adat ataupun sekitar 2 -3 kaleng beras untuk dimasak. Dalam acara ini yang dibicarakan adalah mengenai pelaksanaan pesta adat, kapan waktunya, berapa yang harus ditanggung dan berapa utang adat yang harus dibayarkan.

Tingkatan Pesta ada tiga pilihan yaitu Singuda pesta adatnya dilakukan dirumah saja, Sintengah bila kumpul seluruh sanak family, Sintua, bila ditambah pengantin rose, (berpakaian adat lengkap) bergendang (musik tradisional) dan memotong lembu atau kerbau.
Tanggungan pihak pengantin pria, seperti pembayaran utang adat tentunya disesuaikan dengan tingkatan pestanya adatnya. Dikarenakan telah didapat kesepakatan untuk melaksanakan pesta adat, maka ditanyalah kalimbubu singalo bere-bere, apa yang akan menjadi hadiah perkawinan (luah/pemberian) yang akan diserahkan sebagai tanda restu kepada beberenya yang akan menikah.

Tentunya hal ini akan ditanyakan terlebih dahulu kepada beberenya, apa keinginannya, dan keinginan ini tidak dapat tidak disampaikan/disetujui. Mama si wanita akan memerintahkan kepada turangnya (ibu si wanita) agar menyediakan permintaan tersebut.

Pada Nganting Manuk ini juga ditetapkan belin gantang tumba, banyaknya makanan yang harus dipersiapkan. Biasanya pesta dilaksanakan setelah selesai panen.

Kerja Adat Perjabun
Ini adalah tahapan terakhir mensyahkan telah diselesaikan adat pernikahan. Telah syah menjadi satu keluarga yang baru. Semua akan berkumpul pada pesta adat seperti yang telah disepakati bersama. Dahulu tempat pesta tidak ada dirumah pasti tidak muat jadi pesta dilaksanakan di tempat lapang atau dibawah kayu rindang.
Bila pada saat pesta panas terik maka anak beru kedua belah pihak akan mendirikan tempat berteduh yang terbuat dari kayu, daun rumbia atau daun/pelepah kelapa. Tikar tempat duduk dan kayu bakar telah dipersiapkan oleh pihak siwanita. Dikarenakan pada saat itu fasilitas apapun tidak ada, maka diminta kepada penduduk desa untuk memasak makanan, masing-masing 2-3 tumba berikut dengan sumpitnya (tempat nasi) dan membawanya ketempat pesta dilaksanakan.

Lauk pauk (daging) langsung dibagi lima, dua bagian untuk pihak pria, dua bagian untuk pihak wanita dan satu bagian untuk singalo bere-bere. Jadi jelaslah bagi kita bahwa ketiga komponen inilah yang berperan penting. Sukut si empo (pihak pria) bersama sangkep nggelunya, begitu juga pihak wanita. Tidak ketinggalan singalo bere-bere bersama sangkep nggeluhnya inilah yang disebut dengan Kalimbubu Si Telu Sedalanen (hal ini akan kita bicarakan dilain waktu)

Masing-masing ketiga kelompok ini membawa anak berunya untuk menyiapkan makanan seperti yang telah dibagikan tadi.

Jika kalimbubu si ngalo ulu emas dari pihak pria, boleh tidak hadir disitu, akan didatangi dikemudian hari untuk membayar utang adat.

Pada waktu dulu tidak ada pidato-pidato seperti sekarang ini, kalimbubu singalo bere-bere memberikan hadiah dan doa restunya.

Untuk mensyahkan pernikahan menurut adat telah selesai, selanjutnya akan dijalankan terlebih dahulu “si arah raja”, ini ditangani oleh Pengulu atau Pemerintah, besarnya Rp. 15,- uang perak, dinamakan si mecur, diberikan kepada seluruh komponen yang berhak menerima, ulu emas, bena emas, perkempun, perbibin, perkemberahen, dan lainya. Setelah itu Rp. 60,- uang perak unjuken untuk pihak si wanita, selebihnya dinamakan tepet-tepet dijalankan oleh anak beru kedua belah pihak saja.

Pesta Pernikahan terbagi atas tiga jenis :
Kerja Erdemu Bayu, bila jumpa impal, ngumban ture buruk, jumpa kalimbubu ayah, kembali kepada kampahnya bila jumpa kalimbubu nini.
Kerja Petuturken, jumpa kelularga yang baru, terlebih dahulu bertutur.
Kerja Ngeranaken, bila ada yang harus dimusyawarahkan, misal tuturnya turang impal, tutur sepemeren, ada yang harus diperbaiki sabe ataupun denda, nambari pertuturen.

Demikianlah sekilas Kronologis Proses Pernikahan pada Suku Karo dan Pesta Adatnya, pada zaman dulu, hal ini sebagai kilas balik sesuai dengan zamannya.

Read More

Sejarah dan kediaman Suku Karo

Suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo. Suku Karo mempunyai sebutan sendiri untuk orang Batak yaitu Kalak Teba umumnya untuk Batak Tapanuli. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas.

Eksistensi Kerajaan Haru-Karo


Kerajaan Haru-Karo mulai menjadi kerajaan besar di Sumatera, namun tidak diketahui secara pasti kapan berdirinya. Namun demikian, Brahma Putra, dalam bukunya “Karo dari Zaman ke Zaman” mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara yang rajanya bernama “Pa Lagan“. Menilik dari nama itu merupakan bahasa yang berasal dari suku Karo. Mungkinkah pada masa itu kerajaan haru sudah ada?, hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.(Darman Prinst, SH :2004)

Kerajaan Haru-Karo diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka dan Aceh. Terbukti karena kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut.

Kerajaan Haru identik dengan suku Karo,yaitu salah satu suku di Nusantara. Pada masa keemasannya, kerajaan Haru-Karo mulai dari Aceh Besar hingga ke sungai Siak di Riau. Eksistensi Haru-Karo di Aceh dapat dipastikan dengan beberapa nama desa di sana yang berasal dari bahasa Karo. Misalnya Kuta Raja (Sekarang Banda Aceh), Kuta Binjei di Aceh Timur, Kuta Karang, Kuta Alam, Kuta Lubok, Kuta Laksmana Mahmud, Kuta Cane, Blang Kejeren, dan lainnya. (D.Prinst, SH: 2004)

Terdapat suku Karo di Aceh Besaryang dalam logat Aceh disebut Karee. Keberadaan suku Haru-Karo di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya “Aceh Sepanjang Abad”, (1981). Ia menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah keturunan mirip Batak. Namun tidak dijelaskan keturunan dari batak mana penduduk asli tersebut. Sementara itu, H. M. Zainuddin dalam bukunya “Tarikh Aceh dan Nusantara” (1961) dikatakan bahwa di lembah Aceh Besar disamping Kerajaan Islam ada kerajaan Karo. Selanjunya disebutkan bahwa penduduk asli atau bumi putera dari Ke-20 Mukim bercampur dengan suku Karo yang dalam bahasa Aceh disebut Karee. Brahma Putra, dalam bukunya “Karo Sepanjang Zaman” mengatakan bahwa raja terakhir suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting Suka.

Kelompok karo di Aceh kemudian berubah nama menjadi “Kaum Lhee Reutoih” atau kaum tiga ratus. Penamaan demikian terkait dengan peristiwa perselisihan antara suku Karo dengan suku Hindu di sana yang disepakati diselesaikan dengan perang tanding. Sebanyak tiga ratus (300) orang suku Karo akan berkelahi dengan empat ratus (400) orang suku Hindu di suatu lapangan terbuka. Perang tanding ini dapat didamaikan dan sejak saat itu suku Karo disebut sebagai kaum tiga ratus dan kaum Hindu disebut kaum empat ratus.

Dikemudian hari terjadi pencampuran antar suku Karo dengan suku Hindu dan mereka disebut sebagai kaum Jasandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imam Pewet dan Kaum Tok Batee yang merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindu, Arab, Persia, dan lainnya.

Wilayah Suku Karo


Sering terjadi kekeliruan dalam percakapan sehari-hari di masyarakat bahwa Taneh Karo diidentikkan dengan Kabupaten Karo. Padahal, Taneh Karo jauh lebih luas daripada Kabupaten Karo karena meliputi:


Kabupaten Tanah Karo

Tanah Karo terletak di kaki Gunung Sinabung (foto diambil sekitar tahun 1917).

Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Kota yang terkenal dengan di wilayah ini adalah Brastagi dan Kabanjahe. Brastagi merupakan salah satu kota turis di Sumatera Utara yang sangat terkenal dengan produk pertaniannya yang unggul. Salah satunya adalah buah jeruk dan produk minuman yang terkenal yaitu sebagai penghasil Markisa Jus yang terkenal hingga seluruh nusantara. Mayoritas suku Karo bermukim di daerah pegunungan ini, tepatnya di daerah Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak yang sering disebut sebagai atau “Taneh Karo Simalem”. Banyak keunikan-keunikan terdapat pada masyarakat Karo, baik dari geografis, alam, maupun bentuk masakan. Masakan Karo, salah satu yang unik adalah disebut trites.Trites ini disajikan pada saat pesta budaya, seperti pesta pernikahan, pesta memasuki rumah baru, dan pesta tahunan yang dinamakan -kerja tahun-. Trites ini bahannya diambil dari isilambung sapi/kerbau, yang belum dikeluarkan sebagai kotoran.Bahan inilah yang diolah sedemikian rupa dicampur dengan bahan rempah-rempah sehingga aroma tajam pada isi lambung berkurang dan dapat dinikmati. Masakan ini merupakan makanan favorit yang suguhan pertama diberikan kepada yang dihormati.

Kota Medan

Pendiri kota Medan adalah seorang putra Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi.

Kota Binjai

Kota Binjai merupakan daerah yang memiliki interaksi paling kuat dengan kota Medan disebabkan oleh jaraknya yang relatif sangat dekat dari kota Medan sebagai Ibu kota provinsi Sumatera Utara.

Kabupaten Dairi
Wilayah kabupaten Dairi pada umumnya sangat subur dengan kemakmuran masyarakatnya melalui perkebunan kopinya yang sangat berkualitas. Sebagian kabupaten Dairi yang merupakan Taneh Karo:

Kecamatan Taneh Pinem
Kecamatan Tiga Lingga
Kecamatan Gunung Sitember
Kabupaten Deli Serdang

Sebagian kabupaten Deli Serdang yang merupakan Taneh Karo:

Kecamatan Lubuk Pakam
Kecamatan Bangun Purba
Kecamatan Galang
Kecamatan Gunung Meriah
Kecamatan Sibolangit
Kecamatan Pancur Batu
Kecamatan Namo Rambe
Kecamatan Sunggal
Kecamatan Kuta Limbaru
Kecamatan STM Hilir
Kecamatan Hamparan Perak
Kecamatan Tanjung Morawa
Kecamatan Sibiru-biru
kecamatan STM Hulu
Kabupaten Langkat

Taneh Karo di kabupaten Langkat meliputi:
Kecamatan Selesai
Kecamatan Kuala
Kecamatan Salapian
Kecamatan Bahorok
Kecamatan Pd.Tualang (Batang Serangan)
Kecamatan Sungai Bingai
Kecamatan Stabat
Kabupaten Aceh Tenggara

Taneh Karo di kabupaten Aceh Tenggara meliputi:
Kecamatan Lau Sigala-gala (Desa Lau Deski, Lau Perbunga, Lau Kinga)
Kecamatan Simpang Simadam
Kabupaten Aceh Tenggara

Taneh Karo di kabupaten Aceh Tenggara meliputi:
Kecamatan Lau Sigala-gala (Desa Lau Deski, Lau Perbunga, Lau Kinga)
Kecamatan Simpang Simadam
Kabupaten Simalungun

Taneh Karo di kabupaten Simalungun meliputi:
Kecamatan Doloksilau
Sebagian Kecamatan Silimakuta (contohnya: desa Rakut Besi)

Read More

IMKA-chat

Create a Meebo Chat Room